Environmental and Social Safeguards Disclosure : Indonesia REDD+ RBP Proposal

Indonesia, as the first country in the Asia-Pacific region, seeks to receive financial resources from the Green Climate Fund (GCF) for having successfully reduced greenhouse gas (GHG) emissions from deforestation and forest degradation in the past.

The payment from the GCF is based on results achieved by Indonesia between 2014-2016, and which have been reported and validated by experts from the United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC). This is the essence of REDD+: a mechanism to reward countries for having reduced their deforestation.

Even though this payment represents a small fraction of the volume of results reported by Indonesia during 2014-2016, it will be instrumental to further extend and enhance the country’s two flagship government programmes, Social Forestry and Forest Management Units. It will be implemented by the Government of Indonesia and supported by the United Nations Development Programme (UNDP), along with national and local governing institutions, civil society representatives and local communities. Both Social Forestry and Forest Management Units are ambitious and innovative programmes that contribute strongly to the double objective of sustainable forest management and rehabilitation, as well as community empowerment and poverty alleviation.

Forest Management Units and Social Forestry are cornerstones of the Government of Indonesia’s objective to decentralize the sustainable management of forests and devolve access to and management of forests and land to communities. Both initiatives will be an opportunity to further strengthen multi-stakeholder engagement as well as for Indonesia to improve sustainable management of open access forest areas, thereby contributing to the country’s NDC. We are honored for the trust placed in UNDP for supporting the country with this important and historic initiative.

Indonesia has achieved significant results through reducing emissions from deforestation and forest degradation. It is estimated that the country reduced a total of 244,892,137.00 tCO2e of emissions from deforestation and forest degradation between 2013 and 2017.

Please send your comments or queries to Abdul Wahid Situmorang (abdul.situmorang@undp.org).

Links to Environmental and Social Safeguards documents

1. Environmental and Social Assessment

   English

   Bahasa Indonesia

2. Social and Environmental Screening Procedure

    English

    Bahasa Indonesia

3. Environmental and Social Management Framework

    English

    Bahasa Indonesia

 

Notes to editors

Climate change is a priority for UNDP. The organization is the largest implementer of climate action in the UN System, supporting over 700 projects, in 140 countries of a total value exceeding US $3 billion.

About REDD+[1]: the UNFCCC COP 19, held in November 2013 in Warsaw, Poland, adopted the 7 decisions of the Warsaw Framework for REDD+. This agreement has widely been recognized as a breakthrough in negotiations providing clarity on several important issues related to REDD+ implementation. The Warsaw Framework for REDD+ builds upon earlier decisions adopted by the COP, and basically:

1.   Reaffirms that results-based finance may come from a wide variety of sources, public and private, bilateral and multilateral, including alternative sources

2.   Encourages financing entities, including the Green Climate Fund in a key role, to channel adequate and predictable results-based finance in a fair and balanced manner, and to work with a view to increasing the number of countries that are in a position to obtain and receive payments for results-based actions

3.   Decides to establish an information hub on the REDD Web Platform, to publish information on the results and corresponding results-based payments

4.   Requests the Standing Committee on Finance to consider the issue of financing for forests in its work on coherence and coordination

Recognizes the importance of incentivizing non-carbon benefits for the long-term sustainability of the implementation of the activities referred to in decision 1/CP.16, paragraph 70.

Indonesia adalah negara pertama di kawasan Asia-Pasifik yang berupaya untuk menerima sumber daya keuangan dari Green Climate Fund (GCF) karena berhasil mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK) dari deforestasi dan degradasi hutan di masa lalu.

Pembayaran dari GCF berdasarkan pada hasil yang dicapai oleh Indonesia antara tahun 2014-2016, dan yang telah dilaporkan dan divalidasi oleh para ahli dari Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim (UNFCCC). Ini adalah inti dari REDD +: sebuah mekanisme untuk memberi penghargaan kepada negara-negara yang telah mengurangi deforestasi mereka.

Meskipun mewakili sebagian kecil dari volume hasil yang dilaporkan oleh Indonesia selama tahun 2014-2016, pembayaran ini sangat penting untuk memperluas dan meningkatkan dua program utama pemerintah terkait Perhutanan Sosial dan Kesatuan Pengelolaan Hutan. Proyek ini akan dilaksanakan oleh Pemerintah Indonesia dan didukung oleh Program Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNDP), bersama dengan lembaga pemerintah pusat dan daerah, perwakilan masyarakat madani dan masyarakat lokal. Perhutanan Sosial dan Kesatuan Pengelolaan Hutan adalah program yang ambisius dan inovatif yang berkontribusi secara signifikan pada pengelolaan dan rehabilitasi hutan berkelanjutan, serta pemberdayaan masyarakat dan pengentasan kemiskinan.

Kesatuan Pengelolaan Hutan dan Perhutanan Sosial adalah landasan Pemerintah Indonesia untuk mendesentralisasi pengelolaan hutan berkelanjutan dan mengalihkan akses dan pengelolaan hutan dan lahan kepada masyarakat. Kedua prakarsa ini akan menjadi peluang untuk lebih memperkuat keterlibatan multi-pemangku kepentingan serta bagi Indonesia untuk meningkatkan pengelolaan kawasan hutan dengan akses terbuka secara berkelanjutan, dengan demikian berkontribusi pada NDC Indonesia. Merupakan suatu kehormatan bagi UNDP untuk mendukung Indonesia dengan inisiatif penting dan bersejarah ini.

Indonesia telah mencapai hasil yang signifikan melalui pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan. Diperkirakan Indonesia telah mengurangi total emisi sebesar 244.892.137.00 tCO2e dari deforestasi dan degradasi hutan antara tahun 2013 dan 2017.

Silakan kirim komentar atau pertanyaan anda ke Abdul Wahib Situmorang (abdul.situmorang@undp.org).

Tautan ke dokumen Kerangka Pengaman Lingkungan dan Sosial

1. Penilaian Lingkungan dan Sosial

   English

   Bahasa Indonesia

2. Prosedur Penilaian Sosial dan Lingkungan

    English

    Bahasa Indonesia

3. Kerangka Kerja Pengelolaan Lingkungan dan Sosial

    English

    Bahasa Indonesia
       

Catatan untuk editor

Perubahan iklim adalah prioritas untuk UNDP. Organisasi ini adalah pelaksana aksi iklim terbesar dalam Sistem PBB, mendukung lebih dari 700 proyek, di 140 negara dengan nilai total melebihi 3 miliar dolar AS.

Tentang REDD + [1]: COP 19 UNFCCC, diadakan pada bulan November 2013 di Warsawa, Polandia, mengadopsi 7 keputusan Kerangka Kerja Warsawa untuk REDD+. Perjanjian ini telah secara luas diakui sebagai terobosan dalam negosiasi yang memberikan kejelasan pada beberapa masalah penting terkait dengan implementasi REDD +. Kerangka Kerja Warsawa untuk REDD+ dibangun berdasarkan keputusan sebelumnya yang diadopsi oleh COP, dan pada dasarnya:

1. Menegaskan kembali bahwa pembiayaan berbasis hasil dapat berasal dari berbagai sumber, publik dan swasta, bilateral dan multilateral, termasuk sumber-sumber alternatif.

2. Mendorong entitas pembiayaan, terutama Green Climate Fund, untuk menyalurkan pembiayaan berbasis hasil yang memadai dan dapat diprediksi secara adil dan seimbang, dan untuk bekerja dengan tujuan meningkatkan jumlah negara yang memenuhi syarat untuk memperoleh dan menerima pembayaran berbasis hasil.

3. Memutuskan untuk mengembangkan pusat jaringan informasi di Platform Web REDD, untuk mempublikasikan informasi tentang hasil dan pembayaran berbasis hasil yang diperoleh.

4. Meminta Komite Tetap tentang Keuangan (Standing Committee on Finance) untuk mempertimbangkan masalah pendanaan hutan dalam kegiatan koordinasinya.

5. Mengakui pentingnya insentif manfaat non-karbon untuk keberlanjutan jangka panjang dari pelaksanaan kegiatan yang dirujuk dalam keputusan 1/CP.16, ayat 70.